Di Negeri bernama Indonesia ini, saya masih sering menemui
generasi muda yang sifat kesukuannya masih terlalu tinggi (sangat jauh melebihi
sikap nasionalisme kebangsaan) sehingga kurang toleran bahkan meremehkan suku
lainnya. Jika itu siswa saya, maka saya akan berusaha bertanya, “maaf, kita tinggal di negara mana?”
Mereka jawab, “Indonesia.”
Lalu, “Siapa proklamator Indonesia?”
Jawab mereka,
“Sukarno-Hatta”.
“Ya, Sukarno nama Jawa, dan Hatta asal Padang (Sumatera),
tetapi mereka atas nama Indonesia.” Selanjutnya,”Siapa
presiden yang pernah memimpin Inddonesia?” Mereka menjawab,” Soekarno,
Soeharto, B.J. Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, Soesilo
Bambang Yudoyono, dan … mungkin Joko Widodo.”
Saya pun memuji siswa-siswa
tersebut sambil bertepuk tangan dan (setelah tepuk tangan mereda) saya
lanjutkan berkata, “betul, betul, betul. Kalian pintar. Tapi coba kita pahami
bahwa orang-orang hebat itu bukan pemimpin suku kita, bukan presiden suku kita,
tetapi pemimpin bangsa ….”
“Indonesiaaa.” Jawab para siswa serempak.
“Pinter.” Kemudian,
saya memuji mereka (para siswa itu) dengan bangga, “Kalian hebat. Terima kasih
sudah bersedia mendengar dan berbicara. Hebat, kita sudah bersedia saling
mendengar dan berbicara dengan menggunakan bahasa …”
Sekali lagi, alkhamdulilah
(semoga) mereka mampu menjawab, “Indonesia.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar