JAKARTA, KOMPAS.com - Sekolah yang ramah anak
dinilai ikut menentukan perkembangan akademik dan karakter peserta
didiknya. Hal itu diungkapkan pemerhati pendidikan anak Seto Mulyadi
dalam seminar bertajuk "Menyikapi Kekerasan Pada Anak Usia Dini" yang
digelar Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), di Ciputat, Jakarta
Selatan, Sabtu (1/9/2012).
Seto mengungkapkan, sudah waktunya
semua lembaga pendidikan, khususnya di jenjang pendidikan dasar untuk
mengubah budaya negatif yang berlaku selama ini. Segala sanksi sampai
sistem pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi saat ini, bukan
hanya apik secara kognitif, tapi juga mengedepankan moral dan etika.
"Di sekolah telat sedikit diomelin, buku
pelajaran banyak, pulang sekolah dibebankan pekerjaan rumah yang
menumpuk, akhirnya anak-anak kehilangan waktu bermain dan
bersosialisasi," kata tokoh yang akrab disapa kak Seto ini.
Kak
Seto menambahkan, cara penyampaian materi pada anak-anak juga perlu
diperkaya. Menurutnya, cara-cara yang monoton dan searah terbukti tak
banyak memberi hasil dibandingkan dengan komunikasi dua arah yang
menyenangkan yang melibatkan peran aktif semua siswa. Selain itu,
terlalu berfokus pada baca, tulis dan hitung (calistung).
"Kurikulum
pendidikan kurang berpihak pada anak. Kuno karena banyak fokus pada
calistung bukan norma dan etika. Padahal cara yang menyenangkan bisa
lebih berpengaruh, dan tak menjadikan anak seperti robot," ujarnya.
Baginya,
anak-anak memiliki keunikannya sendiri yang otentik dan tak bisa
dibanding-bandingkan. Semua kesalahan dibayar sanksi tapi lupa memberi
apresiasi pada hasil yang memuaskan.
"Anak-anak adalah peniru
yang terbaik. Semua bisa berkembang sesuai dengan keunikannya sendiri.
Kita contohkan, karena itu guru harus menjadi artis serba bisa,"
tuturnya kemudian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar